Sunday, May 1, 2016

PSIKOLOGI ISLAM "PERSEPSI DAN PERSPEKTIF"

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/D-PAI
SEPTEMBER 2014
BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Kehidupan sebagai manusia yang merupakan , baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu secara langsung berhubungan dengan dunia sekitarnya. Mulai saat itu pula individu secara langsung menerima stimulus dari luar dirinya, yang dimana stimulus tersebut akan diteruskan dan diproses dalam otak kita dalam proses pembentukan persepsi.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar dan mengucapkan kata “persepsi”. Tetapi apakah kita mengetahui apa makna sesungguhnya persepsi itu? Ada yang mengatakan bahwa persepsi adalah pendapat, pikiran, pemahaman, dan penafsiran. Namun untuk lebih jelasnya mengenai apa itu persepsi, pada kesempatan ini kami akan membahas  mengenai “Persepsi dalam Perspektif Psikologi Islam”.

B.       RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian persepsi?
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi?
3. Bagaimana pandangan persepsi dan perspektif dalam islam?


BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN PERSEPSI
Kehidupan individu tidak dapat terlepas dari lingkungannya. Baik lingkungan fisik maupuun sosial. Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu berhubungan dengan lingkungan sekitarnya.  Sejak itu manusia secara langsung dapat menerima stimulus dari luar dirinya dan itu berkat adanya persepsi.
1.     Pengertian persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Proses penginderaan merupakan pendahuluan dari proses persepsi. Proses penginderaan akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus dari alat indera, yaitu melalui mata sebagai alat penglihatan, telinga sebagai alat pendengaran, hidung sebagai alat pembau, lidah sebagai alat pencecap, kulit sebagai alat peraba, yang kesemuanya digunakan untuk menerima stimulus dari luar individu dengan dunia luar. Stimulus yang diindera itu kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterpretasikan, sehingga individu mengerti dan menyadari tentang apa yang diindera itu, proses inilah yang disebut dengan persepsi.[1]
Dalam persepsi, perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman-pengalaman individu tidaklah sama. Maka dalam mempersepsi suatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antara individu satu dengan lainnya.
Ciri-ciri persepsi adalah:
·       Proses pengorganisasian berbagai pengalaman
·       Proses menghubung-hubungkan antara pengalaman masa lalu dengan yang baru
·       Proses pemilihan informasi
·       Proses teorisasi dan rasionalisasi
·       Proses penafsiran atau pemaknaan pesan verbal dan nonverbal
·       Proses interaksi dan komunikasi berbagai pengalaman internal dan eksternal
·       Melakukan penyimpulan dtau keputusan-keputusan, pengertian-pengertian dan yang membentuk wujud persepsi individu[2]

2.     Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Persepsi bersifat lebih psikologis daripada proses pengindraan saja, maka ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu:
a.       Perhatian yang Selektif
Individu menerima banyak sekali stimulus dari lingkungannya. Tetapi individu tidak harus menanggapi semua stimulus yang diterimanya. Untuk itu individu memusatkan perhatiannya pada stimulus tertentu saja.
b.     Ciri-ciri Rangsang
Stimulus yang bergerak akan lebih menarik perhatian dari stimulus yang diam. Demikian juga stimulus yang paling besar di antara stimulus yang kecil; yang kontras  dengan latar belakangnya dan intensitas rangsangnya yang paling kuat.
c.      Nilai dan Kebutuhan Individu
Setiap orang mempunyai pola dan cita rasa yang berbeda dalam mengamati sesuatu. Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dari golongan ekonomi rendah melihat uang koin lebih besar daripada anak-anak dari golongan ekonomi tinggi.
d.     Pengalaman Dahulu
Pengalaman masa lalu sangat memengaruhi seseorang dalam mempersepsi dunianya. Komputer sudah menjadi barang yang biasa bagi kita tetapi belum tentu bagi orang yang berada di pulau yang sangat terpencil atau orang yang berada di pedalaman.[3]


3.     Persepsi dalam Perspektif Islam
Dalam perspektif Islam, persepsi penting bagi manusia untuk dapat membaca ayat-ayat kauniyah. Dengan kata lain, persepsi membantu manusia untuk dapat menginterpretasikan tanda-tanda kebessaran Allah swt yang terdapat dalam alam semesta melalui stimulus-stimulus yang diterima oleh panca indera. Mengingat persepsi setiap orang berbeda-beda tergantung dari pengalaman dan kondisi seseorang, dalam mempersepsikan ayat-ayat kauniyah tidak boleh bertentangan dengan ayat kauliyah atau Al-Qur’an.
Dalam  bahasa  Al-Qur’an,  beberapa  proses  dan  fungsi  persepsi  dimulai  dari  proses penciptaan.  Dalam  QS.  Al-Mukminun  ayat  12-24,  disebutkan  proses  penciptaan  manusia dilengkapi dengan penciptaan fungsi-fungsi pendengaran dan penglihatan. Dalam ayat ini tidak disebutkan telinga dan mata, tetapi sebuah fungsi. Kedua fungsi ini merupakan fungsi vital bagi manusia dan disebutkan selalu dalam keadaan bersamaan. [4]
Proses  persepsi  didahului  dengan  proses  penerimaan  stimulus  pada  reseptor,  yaitu  indera. Fungsi  indera  manusia  sendiri  tidak  langsung  berfungsi  setelah  ia  lahir,  akan  tetapi  ia  akan berfungsi sejalan dengan perkembangan fisiknya. Sehingga ia dapat merasa atas apa yang terjadi padanya dari pengaruh-pengaruh eksternal  yang  baru dan mengandung perasaan-perasaan  yang akhirnya membentuk persepsi dan pengetahuannya terhadap alam luar. [5]

Al-quran sendiri menerangkan proses persepsi telah berlangsung semenjak manusia masih berada dalam kandungan, sebagaimana Allah swt berfirman:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur. (Q.S. An-Nahl; 78)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa pada mulanya tidak memiliki pengetahuan atas suatu apapun. Kemudian, Allah memberikan pendengaran dan penglihatan serta indera-indera lainnya  sebagai reseptor atau alat untuk menerima stimulus. Stimulus ini akan diteruskan ke otak sehingga manusia dapat berfikir dan memberikan responnya melalui tindaka nyata.
Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensori ke otak. Proses ini disebut proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadara sehingga individu menyadari apa yang dilihat, didengar, atau diraba. Proses yang terjadi dalam otak inilah yang disebut sebagai proses psikologis.[6]
Sebagai pusat kesadaran, otak atau dalam Islam sering diidentikkan dengan tempat akal harus dapat mengontrol kinerja panca indera yang menyusun tubuhnya. Maka, dalam mempersepsikan sesuatu pun akal harus memiliki kaidah sesuai dengan aturan yang ada di lingkungannya. Karna persepsi sendiri tidak dapat terlepas dari pengaruh lingkungan sekitar serta kapasitas otak dalam menginterpretasikan stimulus yang ada. Fungsi dari kaidah Islam disini adalah sebagai control persepsi kita agar tidak melenceng dengan konsep Islam. Allah Swt. Berfirman:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا

Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S. Al-Isro’ : 36)

Dalam ayat ini Allah swt telah mengingatkan kepada kita agar mendasari persepsi kita dengan ilmu pengetahuan, karena kenikmatan berupa panca indera adalah sesuatu yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak, maka kita harus mempersepsikan sesuatu menggunakan dasar yang jelas setelah kita memiliki pengetahuan yang mumpuni sebelumnya.


  
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Persepsi merupakan fungsi psikis yang dimulai dari proses sensasi, yaitu proses mendeteksi sejumlah rangsang sebagai bahan informasi, tetappi diteruskan dengan proses mengelompokkan, menggolong-golongkan, mengartikan, dan mengaitkan beberapa rangsangan. Kemudian diinterpretasikan sedemikian rupa menjadi sebuah arti yang subjektif individual.
Sebagaimana yang telah tertera dalam Al-Qur’an bahwa persepsi merupakan auatu jyang mempunyai peran penting untuk manusia dimana katika manusia dilahirkan tanpa mempnyai suatu hal apapun dan dengan dibekali akal dia dapat mengetahui banyak hal dengan persepsi tergantung dari pengalaman dan kondisi seseorang, dalam mempersepsikan ayat-ayat kauniyah tidak boleh bertentangan dengan ayat kauliyah atau Al-Qur’an.
. Dengan pentingnya keberadaan persepsi, semua individu hendaknya tidak boleh salah persepsi. Sebab, kesalahan persepsi dapat diakibatkan oleh banyak faktor yang juga akan berpengaruh terhadap kepribadian diri.
Pembentukan persepsi adalah pemaknaan yang diawali oleh adanya stimulus, lalu berinteraksi dengan interpretasi. Setiap interpretasi yang muncul didasarkan pada hasil seleksi dan relasi dengan berbagai pandangan dari pengalaman yang telah direalisasikan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bimo walgito, Pengantar Psikologi Umum, Andi, Yogyakarta.
Marliany, Rosleny. 2010. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia
Shaleh, Abdul Rahman. 2004. Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana.
Najati, Muhammad Utsman. 2004. Psikologi dalam Perpektif Hadits, terj. Zaenuddin Abu Bakar, dkk. Jakarta: Pustaka.




[1] Bimo walgito, Pengantar Psikologi Umum, Andi, Yogyakarta. Hlm. 69-70
[2] Rosleny Marliany, Op. Cit., hlm. 192
[3] http://lifes-arts.blogspot.co.id/2015/04/persepsi-dalam-perspektif-psikologi.html
[4] Abdul Rahman Saleh, Op. Cit., hlm. 137

[5] Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perpektif Hadits, alih bahasa oleh Zaenuddin Abu Bakar dkk, (Jakarta: Pustaka, 2004), hlm. 135
[6] Bimo Walgito, op.cit, hlm.71

MAKALAH PROFESI KEGURUAN "KOMPETENSI GURU"

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seorang guru memiliki peranan terpenting dalam dunia pendidikan. Pendidikan merupakan upaya pendewasaan terhadap peserta didik dengan bekal ilmu, pengetahuan, dan pengalaman. Proses pendidikan merupakan proses terpenting dalam suatu bangsa, karena dengan pendidik menjadikan suatu bangsa itu menuju kemakmuran, Negara –negara maju sangatlah memperhatikan pendidikan bagi setiap warganya. Didalam pendidikan terdapat komponen, seperti kurikulum atau inti dari pendidikan, peranan guru, dan peserta didik.
Peranan guru sangatlah penting dalam pendidikan, terutama dalam system pengajaran karena guru berposisi sebagai perantara sebuah ilmu untuk disampaikan kepada peserta didik. Di Negara-negara maju kualitas guru sangat diperhatikan demi kemajuan bangsanya. Pemimpin Vietnam mengatakan: “No teacher no education, no education no economy, and social development”. Dari pernyataan tersebut bahwa guru sebagai akar dalam mengembangkan pendidikan, lalu merambah ke bidang ekonomi, dan menuju dalam bidang sosial. Apabila dari akar sudah terkategori baik, maka pendidikan terjamin, ekonomi maju, dan tidak ada kesenjangan sosial.
Pemerintah telah berusaha dalam segala hal, dengan memperhatikan hak-hak guru, dan guru memiliki tanggung jawab atas tugasnya. Usaha pemerintah dalam mensejahterakan guru sangat banyak melalui program-program pengembangan profesi bahwa profesi guru merupakan profesi yang mulia.
Pemerintah Indonesia telah mencoba melaksanakan strategi peningkatan kesejahteraan untuk meningkatkan profesionalisme guru melalui uji sertifikasi. Dengan harapan peningkatan mutu dan profesionalisme guru aka diikuti kesejahteraan guru sehingga diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Pengembangan kompetensi guru dalam menunjang profesionalisme pun dilakukan. Kompetensi guru ada beberapa macam, untuk lebih lanjutnya akan dibahas dalam makalah ini.
B.     Rumusan Masalah


1.     Pengertian kompetensi guru
2.     Macam- macam kompetensi guru
BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Kompetensi guru
Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku seseorang. Menurut Lefrancois, kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu, yang dihasilkan dari proses belajar. Selama proses belajar, stimulus akan bergabung dengan isi memori dan menyebabkan terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukan sesuatau. Apabila individu sukses mempelajari cara melakukan satu pekerjaan yang kompleks dari sebelumnya, pada dirinya akan terjadi perubahan kompetensi. Perubahan kompetensi ini tidak akan tampak apabila tidak ada kepentingan atau kesempatan untuk melakukannya.
Dengan demikian, bisa diartikan bahwa kompetensi itu berlangsung lama yang menyebabkan individu mampu melakukan kinerja tertentu. Kompetensi diartikan oleh Cowell, sebagai suatu keterampilan/kemahiran yang bersifat aktif. Kompetensi dikategorikan mulai dari tingkat sederhana atau dasar hingga lebih sulit atau kompleks yang pada gilirannya akan berhubungan dengan proses penyusunan bahan atau pengalaman belajar, yang lazimnya terdiri atas : (1) penguasaan minimal kompetensi dasar (2) praktik kompetensi dasar (3) penambahan penyempurnaan atau pengembangan terhadap kompetensi atau keterampilan. Ketiga proses tersebut dapat terus berlanjut selama masih ada kesempatan untuk melakukan penyempurnaan atau pengembangan kompetensinya.[1]
Sementara Charles (1994) mengemukakan bahwa : competency as rational performance which satisfactorily meets the objective for a desired condition (kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan). Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa : “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimilki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.
Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi di samping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi yang ditetapkan dalam prosedur  dan sistem pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi dan investigasi, menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. Kompetensi bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process).[2]
Peranan guru sangat menentukan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan formal. Untuk itu, guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, dalam kerangka pembangunan pendidikan. Guru mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan bidang pendidikan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 4 menegaskan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya kompetensi.
Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke and Stone (1995) mengemukakan bahwa kompetensi guru sebagai descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful. Kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti.[3]
Berdasarkan peraturan pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 28 diyatakan bahwa : pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi : kompetensi pedagogik, kompetensi, kompetensi professional, dan kompetensi sosial.
Pada bab ini hanya akan dikaji dua kompetensi guru , yaitu kompetensi pedagogik dan kompetensi professional. Kompetensi pedagogik ditandai dengan kemampuan menyelenggarakan proses pembelajaran yang bermutu, serta sikap dan tindakan yang dapat dijadikan teladan. Guru juga harus memiliki kompetensi professional, yaitu selalu meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.[4]

B.    Macam-macam Kompetensi Guru
Pemerintah dalam kebijakan pendidikan nasional telah merumuskan kompetensi guru ada empat, hal tersebut tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial[5].
1.      Kompetensi Pedagogik
a.       Pengertian Kompetensi Pedagogik
Pedagogik berasal dari bahasa Yunani yakni paedos yang artinya anak laki-laki, dan agogos yang artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah membantu anak laki-laki zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya pergi ke sekolah. Menurut Prof. Dr. J. Hoogeveld (Belanda), pedagogik ialah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak kea rah tujuan tertentu, yaitu supaya kelak ia mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya.[6]
Secara umum istilah pedagogik (pedagogi) dapat beri makna sebagai ilmu dan seni mengajar anak-anak. Sedangkan ilmu mengajar untuk orang dewasa ialah andragogi. Dengan pengertian itu maka pedagogik adalah sebuah pendekatan pendidikan berdasarkan tinjauan psikologis anak. Pendekatan pedagogik muaranya adalah membantu siswa melakukan kegiatan belajar. Berdasarkan pengertian seperti tersebut di atas maka yang dimaksud dengan pedagogik adalah ilmu tentang pendidikan anak yang ruang lingkupnya terbatas pada interaksi edukatif antara pendidik dengan siswa. Sedangkan kompetensi pedagaogik adalah sejumlah kemampuan guru yang berkaitan dengan ilmu dan seni mengajar siswa.
Berdasarkan pengertian seperti tersebut di atas maka yang dimaksud dengan pedagogik adalah ilmu tentang pendidikan anak yang ruang lingkupnya terbatas pada interaksi edukatif antara pendidik dengan siswa. Sedangkan kompetensi pedagaogik adalah sejumlah kemampuan guru yang berkaitan dengan ilmu dan seni mengajar siswa.

b.      Ruang Lingkup Kompetensi Pedagogik
Berdasarkan beberapa pengertian seperti tersebut di atas dengan kompetensi pedagogik maka guru mempunyai kemampuan-kemampuan sebagai berikut: [7]
1)      Mengaktualisasikan landasan mengajar,
2)      Pemahaman terhadap peserta didik
3)      Menguasai ilmu mengajar (didaktik metodik),
4)      Menguasai teori motivasi,
5)      Mengenali lingkungan masyarakat,
6)      Menguasai penyusunan kurikulum,
7)      Menguasai teknik penyusunan RPP,
8)      Menguasai pengetahuan evaluasi pembelajaran, dll.

2.      Kompetensi Kepribadian
a.       Pengertian Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari.[7] Menurut Hamzah B.Uno Kompetensi Personal, artinya sikap kepribadian yang mantap sehingga mampu menjadi sumbr intensifikasi bagi subjek. Dalam hal ini berarti memiliki kepribadian yang pantas diteladani, mampu melaksanakan kepemimpinan seperti yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara, yaitu “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa. Tut Wuri Handayani”.[8] Dengan kompetensi kepribadian maka guru akan menjadi contoh dan teladan, serta membangkitkan motivasi belajar siswa. Oleh karena itu seorang guru dituntut melalui sikap dan perbuatan menjadikan dirinya sebagai panutan dan ikutan orang-orang yang dipimpinnya.

b.      Ruang Lingkup Kompetensi Kepribadian
Menurut Djam’an kompetensi kepribadian yang perlu dimiliki guru antara lain sebagai berikut. [9]
1)      Guru sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berkewajiban untuk meningkatkan iman dan ketakwaannya kepada Tuhan, sejalan dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
2)      Guru memiliki kelebihan dibandingkan yang lain.
3)      Guru perlu untuk mengembangkan sikap tenggang rasa dan toleransi dalam menyikapi perbedaan yang ditemuinya dalam berinteraksi dengan peserta didik maupun masyarakat.
4)      Guru diharapkan dapat menjadi fasilitator dalam menumbuh kembangkan budaya berpikir kritis di masyarakat, saling menerima dalam perbedaan pendapat dan bersikap demokratis dalam menyampaikan dan menerima gagasan-gagasan mengenai permasalahan yang ada di sekitarnya sehingga guru menjadi terbuka dan tidak mentup diri dari hal-hal yang berada di luar dirinya.
5)      Guru diharapkan dapat sabar dalam arti tekun dan ulet melaksaakan proses pendidikan tidak langsung dapat dirasakan saat itu tetapi membutuhkan proses yang panjang.
6)      Guru mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan pembaharuan, baik dalam bidang profesinya maupun dalam spesialisasinya.
7)      Guru mampu menghayati tujuan-tujuan pendidikan baik secara nasional, kelembagaan, kurikuler sampai tujuan mata pelajaran yang diberikannya.
8)      Hubungan manusiawi yaitu kemampuan guru untuk dapat berhubungan dengan orang lain atas dasar saling menghormati antara satu dengan yang lainnya.
9)      Pemahaman diri, yaitu kemampuan untuk memahami berbagai aspek dirinya baik yang positif maupun yang negative.
10)  Guru mampu melakukan perubahan-perubahan dalam mengembangkan profesinya sebagai innovator dan kreator.

3.      Kompetensi Profesional
a.       Pengertian Kompetensi Profesional
Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk  melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di sini meliputi pengatahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Kompetensi profesional merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang guru. Dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005, pada pasal 28 ayat 3 yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.[10]
Dengan kata lain pengertian guru profesional adalah orang yang punya kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru. Guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih serta punya pengalaman bidang keguruan. Seorang guru profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal antara lain; memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi kemampuan berkomunikasi dengan siswanya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus-menerus (continous improvement) melalui organisasi profesi, buku, seminar, dan semacamnya.

b.      Ruang Lingkup Kompetensi Profesional
Secara umum kompetensi profesfional dapat diidentifikasi tentang ruang lingkup kompetensi professional guru adalah sebagai berikut:[11]
1)      Kemampuan penguasaan materi/bahan bidang studi. Penguasaaan ini menjadi landasan pokok untuk keterampilan mengajar.
2)      Kemampuan mengelola program pembelajaran yang mencakup merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar, merumuskan silabus, tujuan pembelajaran, kemampuan menggunakan metode/model mengajar, kemampuan menyusun langkah-langkah kegiatan pembelajaran, kemampuan mengenal potensi (entry behavior) peserta didik, serta kemampuan merencanakan dan melaksanakan pengajaran redmedial.
3)      Kemampuan mengelola kelas. Kemampuan ini antara lain adalah; mengatur tata ruang kelas dan menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif.
4)      Kemampuan mengelola dan penggunaan media serta sumber belajar. Kemampuan ini pada dasarnya merupakan kemampuan menciptakan kondisi belajar yang merangsang agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
5)      Kemampuan penguasaan tentang landasan kependidikan. Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan.
6)      Kemampuan menilai prestasi belajar peserta didik yaitu kemampuan mengukur perubahan tingkah laku siswa dan kemampuan mengukur kemahiran dirinya dalam mengajar dan dalam membuat program.
7)      Kemampuan memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan di sekolah.
8)      Kemampuan/terampil memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik.
9)      Kemampuan memiliki wawasan tentang penelitian pendidikan.
10)  Kemampuan memahami karakteristik peserta didik. Guru dituntut memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang ciri-ciri dan perkembangan peserta didik, lalu menyesuaikan bahan yang akan diajarkan sesuai dengan karakteristik peserta didik.
11)  Kemampuan menyelenggarakan administrasi sekolah.
12)  Kemampuan memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan.
13)  Kemampuan/berani mengambil keputusan.
14)  Kemampuan memahami kurikulum dan perkembangannya.
15)  Kemampuan bekerja berencana dan terprogram.
16)  Kemampuan menggunakan waktu secara tepat.
Jadi dari uraian ruang lingkup diatas dapat disimpulkan bahwa kompetensi profesional guru adalah sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan profesi yang menuntut berbagai keahlian di bidang pendidikan atau keguruan. Kompetensi profesional merupakan kemampuan dasar guru dalam pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan PBM dan mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.

4.      Kompetensi Sosial
a.       Pengertian Kompetensi Sosial
Dimaksud dengan kompetensi sosial di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pada pasal 28, ayat 3, ialah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul seacara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar[12]. Sedangkan menurut Hamzah B. Uno kompetensi sosial artinya guru harus mampu menunjukkan dan berinteraksi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama guru dan kepala sekolah, bahkan dengan masyarakat luas.[13]
Guru profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada siswa, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan berinteraksi sosial. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma agama dan norma moral.

b.      Ruang Lingkup Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas kemanusiaan manusia. Guru harus mempunyai kompetensi sosial karena guru adalah penceramah jaman.
Menurut Djam’an Satori, kompetensi sosial adalah sebagai berikut.[14]
1)      Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik.
2)      Bersikap simpatik.
3)       Dapat bekerja sama dengan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah.
4)      Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan.
5)      Memahami dunia sekitarnya (lingkungan).
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja di lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Peran yang dibawa guru dalam masyarakat berbeda dengan profesi lain. Oleh karena itu, perhatian yang diberikan masyarakat terhadap guru pun berbeda dan ada kekhususan terutama adanya tuntutan untuk menjadi pelopor pembangunan di daerah tempat guru tinggal. Beberapa kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru antara lain; terampil berkomunikasi, bersikap simpatik, dapat bekerja sama dengan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah, pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan, dan memahami dunia sekitarnya (lingkungan).


BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi di samping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi yang ditetapkan dalam prosedur  dan sistem pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi dan investigasi, menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.
Kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti
Pemerintah dalam kebijakan pendidikan nasional telah merumuskan kompetensi guru ada empat, hal tersebut tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan social.
1.     Kompetensi Pedagogik
2.     Kompetensi kepribadian
3.     Kompetensi professional
4.     Kompetensi social


Daftar Pustaka
Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru,PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009
Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi  Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2005)
Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi  Pendidikan di Indonesia
Djam’an Satori, dkk, Profesi Keguruan
Uyoh Sadullah; www.rezaeryani.comhttp://groups.yahoo.com/group/rezaeryani. tanggal akses 1 Maret 2012.



[1] Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm. 40-41
[2] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru,PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 26
[3] E. Mulyasa, Ibid, hlm. 25
[4] Ibid, hlm. 41
[5] Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2005)
[6] Uyoh Sadullah; www.rezaeryani.comhttp://groups.yahoo.com/group/rezaeryani. tanggal akses 1 Maret 2012.
[7] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) hal. 75

[8] Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi  Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 69
[9]  Djam’an Satori, dkk, Profesi Keguruan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hal. 38
[10] Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2005)

[11] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, hal. 135 -138

[12] Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2005)

[13] Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi  Pendidikan di Indonesia,  hal. 69

[14] Djam’an Satori, dkk, Profesi Keguruan, hal. 43