Wednesday, April 22, 2015

KAJIAN TENTANG FUNGSI MEMBACA AL-QUR’AN SEBAGAI PEMBANGUN KESEHATAN MENTAL



PROPOSAL PENELITIAN

KAJIAN TENTANG FUNGSI MEMBACA AL-QUR’AN SEBAGAI PEMBANGUN KESEHATAN MENTAL


A.    Latar Belakang Masalah
Membaca merupakan upaya untuk membantu perkembangan otak. Dengan membaca, otak atak menyimpan banyak informasi yang akan terus disimpan sampai mereka membutuhkan informasi itu. Membaca juga dapat membantu kita untuk terus mencari sesuatu yang baru dan menarik karena setiap yang kita baca akan memberikan informasi-informasi penting yang akan berguna dalam kehidupan. Membaca tidak hanya dengan buku, dengan melihat kejadian alam sekitar pun kita telah membaca. Mata adalah kunci untuk kita bisa melihat dan membaca apa saja yang terjadi di sekitarnya. Tapi, bagaimana dengan membaca Al-Qur’an? Apa manfaat yang kita dapatkan dengan membaca Al-Qur’an?
Perintah membaca baik terhadap ayat-ayat Allah yang tersurat maupun yang tersirat sudah dicanangkan 14 abad yang lalu, saat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama yang sekaligus melegitimasi Kenabian dan Kerasulannya. Untuk merealisasikan perintah tersebut, dibutuhkan instrumen yang melibatkan berbagai institusi sosial. Karena membaca dan menulis ayat-ayat Allah yang tersurat dan tersirat itu merupakan bagian intergral dari pendidikan Islam. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 :

1
Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dan telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah, mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (Depag RI, 2000:1079).

Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw untuk mengeluarkan umat manusia dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya Islam, sehingga menjadi benar-benar umat yang  terbaik yang pernah ada di muka bumi ini. Diantara ciri khas atau keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an adalah bisa memberi syafa’at pada hari kiamat pada orang-orang yang membacanya dan mengkajinya. Al-Qur’an yang merupakan wahyu Allah Swt yang paling mulia, senantiasa telah memberikan banyak hikmah dan manfaat bagi kita yang ingin mempelajarinya. Karena kita sebagai hamba Allah Swt yang beriman hendaknya kita menunaikan kewajiban kita untuk membaca, mempelajari dan memaknai setiap ayat-ayat Al-Qur’an. Karena dengan hal itu kita akan mendapatkan banyak manfaat yang diperoleh dari mempelajari kitab suci Al-Qur’an.
Bacaan Al-Qur’an umumnya memiliki efek yang sangat baik untuk tubuh, seperti; memberikan efek menenangkan, meningkatkan kreativitas, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan kemampuan konsentrasi, menyembuhkan berbagai penyakit, menciptakan suasana damai dan meredakan ketegangan saraf otak, meredakan kegelisahan, mengatasi rasa takut, memperkuat kepribadian, meningkatkan kemampuan berbahasa, dan lain-lain.
Al-Quran diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk umat manusia sampai akhir zaman. Fungsi Al-Qur'an antara lain sebagai petunjuk (hudan), sumber informasi/penjelasan (bayan), pembeda antara yang benar dan yang salah (al-furqan), penyembuh (syifa'), rahmat, dan nasehat/petuah (mau'idzah). Al-Qur’an tidak hanya membahas mengenai hubungan antara manusia dengan Sang Khalik atau manusia dengan sesamanya. Lebih dari itu, Al-Qur’an memberikan pegangan hingga pada masalah yang detil, di antaranya mengenai kesehatan mental.
Masalah kesehatan mental yang dialami oleh penderita penyakit kronis tentu lebih parah. Beberapa dari mereka akan mengalami keputusasaan yang membebani pikiran mereka. Kecemasan, ketakutan, dan keputusasaan mereka akan memunculkan suatu inisiatif untuk mengakhiri hidup dengan jalan yang tidak diridhai Allah SWT. Padahal kita harus menerima cobaan dari Allah yang berupa penyakit tersebut dengan ikhtiar dan tawakkal. Dalam ajaran Islam juga ditekankan bahwa obat dan upaya hanyalah sebab, sedangkan penyebab  sesungguhnya di balik sebab atau upaya itu adalah Allah SWT, seperti ucapan  Nabi Ibrahim as yang diabadikan Q.S. Asy Syu’araa’ ayat 80:  
Artinya :  Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku.

Berbagai terapi dapat membantu dalam merehabilitasi mental, namun, selain kehendak Allah SWT, kunci dari kesembuhan mental kita adalah diri kita sendiri. Islam menganjurkan manusia agar memiliki jiwa yang sehat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Seperti terdapat dalam Al-Qur’an Ar Ra’d ayat 28:

  
Artinya :  “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenteram.” (Q.S. Ar Ra’d: 28)
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana fungsi membaca Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari?
2.      Bagaimana cara membangun kesehatan mental berdasarkan Al-Qur’an?
3.      Bagaimana fungsi membaca Al-Qur'an sebagai pembangun kesehatan mental?






C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
Adapun  tujuan dari penelitian ini ini adalah sebagai berikut :
a.              Untuk mengetahui fungsi membaca Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Untuk mengetahui cara membangun kesehatan mental berdasarkan Al-Qur’an.
c.       Untuk mengetahui fungsi membaca Al-Qur'an sebagai pembangun kesehatan mental.
2.      Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.       Bagi penulis, disamping ikut andil dalam memperbanyak khazanah karya-karya tentang pendidikan Islam, juga dengan mencoba meneliti dan mengkaji fungsi membaca Al-Qur'an sebagai pembangun kesehatan mental.
b.      Bagi pembaca, kajian tentang fungsi membaca Al-Qur'an sebagai pembangun kesehatan mental ini bersifat teoritis normatif, akan tetapi nampaknya dapat diwujudkan ke dalam bahasa yang lebih operasional.

D.    Kerangka Pemikiran  
Al-Qur'an bukanlah merupakan sebuah buku dalam pengertian umum, karena ia tidak pernah diformulasikan, tetapi diwahyukan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad Saw sesuai situasi yang menuntutnya, seperti yang diyakini sampai sekarang, pewahyuan Al-Qur'an secara total dan secara sekaligus itu tidak mungkin karena Al-Qur'an diturunkan sebagai petunjuk bagi kaum muslimin secara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada.
Al-Qur'an merupakan sumber ajaran Islam, di dalamnya mengandung berbagai petunjuk manusia yang disajikan dalam berbagai bentuk, antara lain melalui bentuk kisah (cerita). Semua kandungan Al-Qur'an merupakan petunjuk untuk dijadikan pedoman manusia dalam menjalankan kehidupannya agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (Rosihon Anwar, 2000:25).

Sebagai sumber utama yang tidak akan pernah surut, Al-Qur'an banyak menawarkan gagasan dan konsep-konsep yang perlu dijabarkan ke dalam bentuk operasional melalui bimbingan Rasul, agar dapat dirasakan kehadirannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak diragukan lagi, Al-Qur’an telah meninggalkan dampaknya terhadap pribadi Rasulullah SAW, dan para sahabatnya. Aisyah istri Beliau, telah memberikan kesaksian tentang hal itu, dikatakannya : Akhlak beliau adalah Al-Qur’an. Bahkan Allah SWT sendiri telah terlebih dahulu memberikan kesaksian itu dengan firman-Nya QS : Al-Furqan ayat 32:
Artinya :  Berkatalah orang-orang kafir, “Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja ?” Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakan kelompok demi kelompok(Depag RI, 2000:564).

Di sini terdapat dua isyarat pedagogis, yaitu : Peneguhan hati dan pengokohan iman dan pengajaran Al-Qur’an secara tartil (kelompok demi kelompok). Berkaitan dengan pengajaran Al-Qur’an ini Allah SWT menurunkan beberapa tuntunan pendagogis yang jelas kepada Rasulullah SAW. Allah berfirman QS Al-Qiyamah : 16-19 :

Artinya : Janganlah gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an, karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah menjelaskannya (Depag RI, 2000:999).

Kehidupan Rasulullah SAW baik di waktu damai, perang, bermukim, bepergian, maupun berada di rumahnya di tengah-tengan para sahabatnya, memberikan kesaksian yang serupa dengan yang diberikan oleh Aisyah dan seluruh kaum Muslimin, yaitu bahwa akhlaknya adalah Al-Qur’an. Do’a-do’anya dipetik dari Al-Qur’an, baik dengan lafalnya langsung maupun dengan maknanya saja. Al-Qur’an memberikan kesan dan dampak yang besar terhadap jiwa kaum muslimin pada masa itu.

Jika dipelajari makna dari setiap ayat yang telah dibaca, maka akan menemukan berbagai manfaat yang diperoleh dari membaca, misalnya, dapat meningkatkan kesehatan mental. Manusia dalam melakukan hubungan dan interaksi dengan lingkungannya baik materiil maupun sosial, semua itu tidak keluar dari tindakan penyesuaian diri.Tetapi apabila seseorang tersebut tidak dapat atau tidak bias menyesuaikan diri dikatakan  ksehatan mentalnya terganggu atau diragukan. (Dzakia Drajat, 1974:10).
Contoh penyesuaian diri yang wajar tersebut adalah seseorang yang menghindarkan dirinya dari situasi yang membahayakan dirinya. Sedangkan penyesuaian diri yang tidak wajar misalnya seseorang yang takut terhadap binatang yang biasa seperti kucing, kelinci dan sebangsanya. Dari dua contoh tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa orang yang bisa melakukan penyesuaian diri secara wajar dikatakan sehat mentalnya dan orang yang tidak bisa melakukan penyesuaian diri secara wajar, menunjukkan penyimpangan dari kesehatan mentalnya.
Kesehatan jasmani adalah keserasian yang sempurna antara bermacam-macam fungsi jasmani disertai dengan kemampuan untuk menghadapi kesukaran-kesukaran yang biasa, yang terdapat dalam lingkungan, disamping secara positif merasa gesit, kuat dan semangat.
Kesehatan mental dalam kehidupan manusia merupakan masalah yang amat penting karena menyangkut soal kualitas dan kebahagian manusia. Tanpa kesehatan yang baik orang tidak akan mungkin mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi. (Yahya Jaya, 2002:68).

Kesehatan mental menyangkut segala aspek kehidupan yang menyelimuti manusia mulai dari kehidupan pribadi, keluarga, sosial, politik, agama serta sampai pada bidang pekerjaaan dan profesi hidup manusia. Kehidupan mewah dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan menjamin kebahagian manusia. Hal itu karena yang bisa menjamin kebahagian manusia tersebut adalah kejiwaan, kesehatan dan keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut sangat sejalan sekali dalam mencapai kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat, karena kebahagian yang harus dicapai itu tidak hanya kebahagian didunia melainkan juga kebahagian diakhirat kelak.
Banyak teori yang dikemukan oleh ahli jiwa tentang kesehatan mental, misalnya teori psikoanalisis, behavioris dan humamisme. Sungguhpun demikian teori tersebut memiliki batasan-batasan dan tidak menyentuh seluruh dimensi (aspek) dan aktivitas kehidupan manusia sebagai makhluk multidimensional dan multipotensial. Manusia sebagai makhluk multidimensional setidak-tidaknya memiliki dimensi jasmani, rohani, agama, akhlak, sosial, akal, dan seni (estetika).
Sedangkan sebagai makhluk multi potensial manusia memiliki potensi yang amat banyak yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya yang dalam islam terkandung dalam asmaul husnasalah satunya adalah agama.
Agama adalah jalan utama menuju kesehatan mental, karena dalam agama ada kebuutuhan-kebutuhan jiwa manusia, kekuatan untuk mengendalikan manusia dla memenuhi kebutuhaan, serta sampai kepada kekuatan untuk menafikan pemenuhan kebuthan manusia tanpa membawa dampak psikologis yang negatif (Yahya Jaya, 2002:70).

Kesehatan mental dapat disimpulkan sebagai “akhlak yang mulia”. Oleh sebab itu, kesehatan mental didefinisikan sebagai “keadaan jiwa yang menyebabkan merasa rela (ikhlas) dan tentram ketika ia melakukan akhlak yang mulia. “Kesehatan mental menurut islam yaitu, identik dengan ibadah atau pengembangan potensi diri yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian kepada Allah dan agama-Nya untuk mendapatkan Al-nafs Al-muthmainnah (jiwa yang tenang dan bahagia) dengan kesempurnaan iman dalam hidupnya” (Yahya Jaya, 2002:72).
Sedangkan menurut Abdul Mujib dan Yusuf Mudzkir (2001:41) kesehatan menurut islam yang dkutip dari Musthafa fahmi, menemukan dua pola dalam mendefenisikan kesehatan mental:
1.      Pola negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari  neurosis (al-amhradh al-’ashabiyah) dan psikosis (al-amhradh al-dzihaniyah).
2.      Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosial.

Islam sebagai suatu agama yang bertujuan untuk membahagiakan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sudah barang tentu dalam ajaran-ajaranya memiliki konsep kesehatan mental. Begitu juga dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah bertujuan untuk mendidik dan memperbaiki dan membersihkan serta mensucikan jiwa dan akhlak.
Di dalam Al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah:
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. Ali Imran: 164)

Dengan kejelasan ayat Al-Qur’an di atas dapat ditegaskan bahwa kesehatan mental (shihiyat al nafs) dalam arti yang luas adalah tujuan dari risalah Nabi Muhammad SAW diangkat jadi rasul Allah SWT, karena asas, cirri, karakteristik dan sifat dari orang yang bermental itu terkandung dalam misi dan tujuan risalahnya. Dan juga dalam hal ini Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk, obat, rahmat dan mu’jizat (pengajaran) bagi kehidupan jiwa manusia dalam menuju kebahagian dan peningkatan kualitasnya sebagai mana yang ditegaskan dalam ayat berikut:

Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran: 104)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menjanjikan kemenangan kepada orang-orang yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kapada yang mungkar. Keimanan, katqwaan, amal saleh,berbuat yang makruf, dan menjauhi perbuatan keji dan mungkar faktor yang penting dalam usaha pembinaan kesehatan mental.

Artinya: Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan merekabertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Fath: 4)

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah mensifati diriNya bahwa Dia-lah Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana yang dapat memberikan ketenangan jiwa ke dalam hati orang yang beriman.
Berdasarkan kejelasan keterangan ayat-ayat Al-Qur’an diatas, maka dapat dikatakan bahwa semua misi dan tujuan dari ajaran Al-Qur’an (islam) yang berintikan kepada akidah, ibadah, syariat, akhlak dan muamalat adalah bertujuan dan berperan bagi pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan berbahagia.
Islam memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental.  Pandangan Islam tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan dan pemikiran falsafat yang terdapat dalam ajaran-ajaran Islam. Berdasarkan pandangan dan pemikiran di atas, maka dapat dikemukakan pengertian kesehatan jiwa/mental dalam Islam sebagai berikut:
Kesehatan jiwa menurut Islam adalah ibadah yang amat luas atau pengembangan dimensi dan potensi yang dimiliki manusia dalam dirinya dalam rangka pengabdian kepada Allah yang diikuti dengan perasaan amanah, tanggung jawab serta kepatuhan dan ketaatan kepada Allah dan ajaran agama-Nya, sehingga dengan demikian terwujud nafsu muthmainnah atau jiwa sakinah. (Yahya Jaya, 2002:75).

Dengan demikian kesehatan jiwa itu juga identik dengan keimanan dan ketakwaan dalam arti tazkiyat al nafs. Dari uraian yang telah dikemukakan di atas dapat ditegaskan bahwa iman dan takwa memiliki relevansi yang sangat erat sekali dengan soal kejiwaan. Iman dan takwa itulah arti psikologi dan kesehatan mental yang sesungguhnya bagi manusia dalam Islam.

E.     Langkah-langkah Penelitian
Dalam  penelitian ini penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Menentukan Metode Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Hal ini mengingat karena penelitian ini bertujuan  mengungkapkan data di lapangan yaitu dengan menguraikan dan menginterpretasikan sesuatu secara objektif terhadap sesuatu yang terjadi pada waktu penelitian dilakukan, dengan maksud agar memperoleh gambaran data tentang realita sosial yang sebenarnya.
“Metode ini tidak hanya terbatas pada pengumpulan data dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi data untuk memberikan suatu kesimpulan” (Ali, 1983 : 38). Adapun yang dimaksud dengan metode deskriptif pada penulisan skripsi ini diarahklan pada pengumpulan data mengenai fungsi membaca Al-Qur'ansebagai pembangun kesehatan mental. Selanjutnya data tersebut diolah atau dianalisa dan dibahas atau dijelaskan serta ditarik kesimpulannya.


2.      Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini dititik beratkan pada sumber-sumber tertulis, antara lain :
             a.      Sumber data primer, yakni buku Pendidikan Islam.
            b.      Sumber data sekunder, yakni buku-buku yang berkaitan dengan pendidikan Islam yang berkenaan dengan fungsi membaca Al-Qur'an sebagai pembangun kesehatan mental.
3.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diperlukan untuk kepentingan ini adalah book survey dengan cara menelaah dan meneliti buku yang berkaitan dengan fungsi membaca Al-Qur'an sebagai pembangun kesehatan mental.


4.      Analisis Data
Data atau keterangan tentang konsep yang akan dibahas dan diteliti yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data pada langkah kelima, dikumpulkan kemudian dianalisa dengan mempergunakan teknik sebagai berikut :
             a.      Deduksi, yaitu upaya untuk memperoleh kaidah-kaidah yang bersifat khusus melalui penalaran dan penganalisaan (Lexy J. Moleong, 1993: 190).
            b.      Induksi, yaitu upaya memperoleh kaidah-kaidah yang bersifat umum melalui penalaran dan penganalisaan terhadap kaidah-kaidah yang bersifat khusus (Lexy J. Moleong, 1993: 190).
             c.      Komparasi, yaitu upaya membandingkan beberapa keterangan-keterangan atau data yang diperoleh untuk mendapatkan argumentasi yang lebih kuat serta mampu memberikan kejelasan yang layak untuk dijadikan pegangan dalam penelitian ini (Lexy J. Moleong, 1993: 190).
            d.      Menarik kesimpulan, yaitu langkah terakhir dalam penelitian ini adalah menarik kesimpulan tentang fungsi membaca Al-Qur'an sebagai pembangun kesehatan mental, sehingga dapat diperoleh hasil penelitian sebagai jawaban dari pada permasalahan yang dijadikan pada penelitian ini.

























DAFTAR PUSTAKA


Ahmad Tafsir, 2008, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Depag RI, 2000, Al-Qur`an dan Terjemah, Toha Putra, Semarang.

Daradjat, Zakiah, 2001, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.

_____________, 1982, Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung,

_____________, 1982, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang

_____________, 1983, Kesehatan Mental dalam peranannya dalam Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung.

_____________, 1974, Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/Mental, 1974.

_____________, 1990, Ilmu jiwa Agama, Jakarta: Gunung Agung.

Hawari, D, 1996, Al-Quran Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.

Hasan Langgulung, 1980, Beberapa Pemikir Tentang Islam, Bandung: Al-Ma`arif.

Kartono, Kartini dan Jenny Andari, 1989, Hygiene Mental dan Kesehatan mental, Bandung: CV. Mandar Maju.