PROPOSAL PENELITIAN
KAJIAN TENTANG FUNGSI MEMBACA
AL-QUR’AN SEBAGAI PEMBANGUN KESEHATAN MENTAL
A. Latar
Belakang Masalah
Membaca merupakan upaya untuk
membantu perkembangan otak. Dengan membaca, otak atak menyimpan banyak
informasi yang akan terus disimpan sampai mereka membutuhkan informasi itu.
Membaca juga dapat membantu kita untuk terus mencari sesuatu yang baru dan
menarik karena setiap yang kita baca akan memberikan informasi-informasi
penting yang akan berguna dalam kehidupan. Membaca tidak hanya dengan buku,
dengan melihat kejadian alam sekitar pun kita telah membaca. Mata adalah kunci
untuk kita bisa melihat dan membaca apa saja yang terjadi di sekitarnya. Tapi,
bagaimana dengan membaca Al-Qur’an? Apa manfaat yang kita dapatkan dengan
membaca Al-Qur’an?
Perintah membaca baik terhadap
ayat-ayat Allah yang tersurat maupun yang tersirat sudah dicanangkan 14 abad
yang lalu, saat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama yang sekaligus
melegitimasi Kenabian dan Kerasulannya. Untuk merealisasikan perintah tersebut,
dibutuhkan instrumen yang melibatkan berbagai institusi sosial. Karena membaca
dan menulis ayat-ayat Allah yang tersurat dan tersirat
itu merupakan bagian intergral dari pendidikan Islam. Sebagaimana
firman Allah SWT. dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 :
1
|
Artinya
: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dan telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling
pemurah, mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia
apa yang tidak diketahuinya (Depag RI, 2000:1079).
Allah
menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw untuk mengeluarkan umat manusia
dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya Islam, sehingga menjadi benar-benar
umat yang terbaik yang pernah ada di
muka bumi ini. Diantara ciri khas atau
keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an adalah bisa memberi syafa’at pada hari
kiamat pada orang-orang yang membacanya dan mengkajinya. Al-Qur’an yang
merupakan wahyu Allah Swt yang paling mulia, senantiasa telah memberikan banyak
hikmah dan manfaat bagi kita yang ingin mempelajarinya. Karena kita sebagai
hamba Allah Swt yang beriman hendaknya kita menunaikan kewajiban kita untuk
membaca, mempelajari dan memaknai setiap ayat-ayat Al-Qur’an. Karena dengan hal
itu kita akan mendapatkan banyak manfaat yang diperoleh dari mempelajari kitab
suci Al-Qur’an.
Bacaan Al-Qur’an umumnya memiliki
efek yang sangat baik untuk tubuh, seperti; memberikan efek menenangkan,
meningkatkan kreativitas, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan kemampuan
konsentrasi, menyembuhkan berbagai penyakit, menciptakan suasana damai dan
meredakan ketegangan saraf otak, meredakan kegelisahan, mengatasi rasa takut,
memperkuat kepribadian, meningkatkan kemampuan berbahasa, dan lain-lain.
Al-Quran diturunkan Allah kepada
Nabi Muhammad saw untuk umat manusia sampai akhir zaman. Fungsi Al-Qur'an
antara lain sebagai petunjuk (hudan), sumber informasi/penjelasan (bayan),
pembeda antara yang benar dan yang salah (al-furqan), penyembuh (syifa'),
rahmat, dan nasehat/petuah (mau'idzah). Al-Qur’an tidak hanya
membahas mengenai hubungan antara manusia dengan Sang Khalik atau manusia
dengan sesamanya. Lebih dari itu, Al-Qur’an memberikan pegangan hingga
pada masalah yang detil, di antaranya mengenai kesehatan mental.
Masalah kesehatan mental yang
dialami oleh penderita penyakit kronis tentu lebih parah. Beberapa dari mereka
akan mengalami keputusasaan yang membebani pikiran mereka. Kecemasan,
ketakutan, dan keputusasaan mereka akan memunculkan suatu inisiatif untuk
mengakhiri hidup dengan jalan yang tidak diridhai Allah SWT. Padahal kita harus
menerima cobaan dari Allah yang berupa penyakit tersebut dengan ikhtiar dan
tawakkal. Dalam ajaran Islam juga ditekankan bahwa obat dan upaya hanyalah sebab,
sedangkan penyebab sesungguhnya di balik sebab atau upaya itu adalah
Allah SWT, seperti ucapan Nabi Ibrahim as yang diabadikan Q.S.
Asy Syu’araa’ ayat 80:
Artinya : Dan
apabila aku sakit, Dialah yang
menyembuhkan Aku.
Berbagai terapi dapat membantu
dalam merehabilitasi mental, namun, selain kehendak Allah SWT, kunci dari
kesembuhan mental kita adalah diri kita sendiri. Islam menganjurkan manusia
agar memiliki jiwa yang sehat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Seperti
terdapat dalam Al-Qur’an Ar Ra’d ayat 28:
Artinya : “(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenteram.” (Q.S.
Ar Ra’d: 28)
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana fungsi
membaca Al-Qur'an dalam
kehidupan sehari-hari?
2. Bagaimana cara
membangun kesehatan mental berdasarkan Al-Qur’an?
3. Bagaimana fungsi
membaca Al-Qur'an sebagai
pembangun kesehatan mental?
C. Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan dari penelitian ini ini adalah sebagai berikut :
a.
Untuk mengetahui fungsi
membaca Al-Qur'an dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Untuk
mengetahui cara membangun kesehatan mental berdasarkan Al-Qur’an.
c. Untuk
mengetahui fungsi membaca Al-Qur'an sebagai
pembangun kesehatan mental.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagi penulis,
disamping ikut andil dalam memperbanyak khazanah karya-karya tentang pendidikan
Islam, juga dengan mencoba meneliti dan mengkaji fungsi
membaca Al-Qur'an sebagai
pembangun kesehatan mental.
b. Bagi pembaca,
kajian tentang fungsi membaca Al-Qur'an sebagai pembangun kesehatan
mental ini
bersifat teoritis normatif, akan tetapi nampaknya dapat diwujudkan ke dalam
bahasa yang lebih operasional.
D. Kerangka
Pemikiran
Al-Qur'an bukanlah merupakan
sebuah buku dalam pengertian umum, karena ia tidak pernah diformulasikan,
tetapi diwahyukan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad Saw sesuai
situasi yang menuntutnya, seperti yang diyakini sampai sekarang, pewahyuan
Al-Qur'an secara total dan secara sekaligus itu tidak mungkin karena Al-Qur'an
diturunkan sebagai petunjuk bagi kaum muslimin secara berangsur-angsur sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada.
Al-Qur'an
merupakan sumber ajaran Islam, di dalamnya mengandung berbagai petunjuk manusia
yang disajikan dalam berbagai bentuk, antara lain melalui bentuk kisah
(cerita). Semua kandungan Al-Qur'an merupakan petunjuk untuk dijadikan pedoman
manusia dalam menjalankan kehidupannya agar mencapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat (Rosihon
Anwar, 2000:25).
Sebagai sumber utama yang tidak
akan pernah surut, Al-Qur'an banyak menawarkan gagasan dan konsep-konsep yang
perlu dijabarkan ke dalam bentuk operasional melalui bimbingan Rasul, agar
dapat dirasakan kehadirannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak
diragukan lagi, Al-Qur’an telah meninggalkan dampaknya terhadap pribadi
Rasulullah SAW, dan para sahabatnya. Aisyah istri Beliau, telah memberikan
kesaksian tentang hal itu, dikatakannya : Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.
Bahkan Allah SWT sendiri telah terlebih dahulu memberikan kesaksian itu dengan
firman-Nya QS : Al-Furqan ayat 32:
Artinya : Berkatalah
orang-orang kafir, “Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali
turun saja ?” Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami
membacakan kelompok demi kelompok(Depag RI, 2000:564).
Di sini
terdapat dua isyarat pedagogis, yaitu : Peneguhan hati dan pengokohan iman dan
pengajaran Al-Qur’an secara tartil (kelompok demi kelompok). Berkaitan dengan
pengajaran Al-Qur’an ini Allah SWT menurunkan beberapa tuntunan pendagogis yang
jelas kepada Rasulullah SAW. Allah berfirman QS Al-Qiyamah : 16-19 :
Artinya : Janganlah
gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an, karena hendak cepat-cepat
(menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya, maka ikutilah bacaannya itu.
Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah menjelaskannya (Depag
RI, 2000:999).
Kehidupan
Rasulullah SAW baik di waktu damai, perang, bermukim, bepergian, maupun berada
di rumahnya di tengah-tengan para sahabatnya, memberikan kesaksian yang serupa
dengan yang diberikan oleh Aisyah dan seluruh kaum Muslimin, yaitu bahwa
akhlaknya adalah Al-Qur’an. Do’a-do’anya dipetik dari Al-Qur’an, baik dengan
lafalnya langsung maupun dengan maknanya saja. Al-Qur’an memberikan kesan dan dampak yang besar terhadap
jiwa kaum muslimin pada masa itu.
Jika dipelajari makna dari setiap
ayat yang telah dibaca, maka akan menemukan berbagai manfaat yang diperoleh
dari membaca, misalnya, dapat meningkatkan kesehatan mental. Manusia dalam melakukan hubungan dan interaksi dengan
lingkungannya baik materiil maupun sosial, semua itu tidak keluar dari tindakan
penyesuaian diri.“Tetapi apabila seseorang tersebut tidak dapat atau
tidak bias menyesuaikan diri dikatakan ksehatan mentalnya terganggu atau
diragukan”. (Dzakia
Drajat, 1974:10).
Contoh
penyesuaian diri yang wajar tersebut adalah seseorang yang menghindarkan
dirinya dari situasi yang membahayakan dirinya. Sedangkan penyesuaian diri yang
tidak wajar misalnya seseorang yang takut terhadap binatang yang biasa seperti
kucing, kelinci dan sebangsanya. Dari dua contoh tersebut dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa orang yang bisa melakukan penyesuaian diri secara wajar
dikatakan sehat mentalnya dan orang yang tidak bisa melakukan penyesuaian diri
secara wajar, menunjukkan penyimpangan dari kesehatan mentalnya.
Kesehatan
jasmani adalah keserasian yang sempurna antara bermacam-macam fungsi jasmani
disertai dengan kemampuan untuk menghadapi kesukaran-kesukaran yang biasa, yang
terdapat dalam lingkungan, disamping secara positif merasa gesit, kuat dan
semangat.
Kesehatan
mental dalam kehidupan manusia merupakan masalah yang amat penting karena
menyangkut soal kualitas dan kebahagian manusia. Tanpa kesehatan yang baik
orang tidak akan mungkin mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber daya
manusia yang tinggi. (Yahya Jaya, 2002:68).
Kesehatan
mental menyangkut segala aspek kehidupan yang menyelimuti manusia mulai dari
kehidupan pribadi, keluarga, sosial, politik, agama serta sampai pada bidang
pekerjaaan dan profesi hidup manusia. Kehidupan mewah dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak akan menjamin kebahagian manusia. Hal itu
karena yang bisa menjamin kebahagian manusia tersebut adalah kejiwaan,
kesehatan dan keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut sangat
sejalan sekali dalam mencapai kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat,
karena kebahagian yang harus dicapai itu tidak hanya kebahagian didunia
melainkan juga kebahagian diakhirat kelak.
Banyak
teori yang dikemukan oleh ahli jiwa tentang kesehatan mental, misalnya teori
psikoanalisis, behavioris dan humamisme. Sungguhpun demikian teori tersebut
memiliki batasan-batasan dan tidak menyentuh seluruh dimensi (aspek) dan
aktivitas kehidupan manusia sebagai makhluk multidimensional dan
multipotensial. Manusia sebagai makhluk multidimensional setidak-tidaknya
memiliki dimensi jasmani, rohani, agama, akhlak, sosial, akal, dan seni
(estetika).
Sedangkan
sebagai makhluk multi potensial manusia memiliki potensi yang amat banyak yang dikaruniakan
Allah SWT kepadanya yang dalam islam terkandung dalam asmaul husna, salah satunya adalah agama.
Agama adalah jalan utama menuju
kesehatan mental, karena dalam agama ada kebuutuhan-kebutuhan jiwa manusia,
kekuatan untuk mengendalikan manusia dla memenuhi kebutuhaan, serta sampai
kepada kekuatan untuk menafikan pemenuhan kebuthan manusia tanpa membawa dampak
psikologis yang negatif (Yahya Jaya, 2002:70).
Kesehatan
mental dapat disimpulkan sebagai “akhlak yang mulia”. Oleh sebab itu, kesehatan
mental didefinisikan sebagai “keadaan jiwa yang menyebabkan merasa rela
(ikhlas) dan tentram ketika ia melakukan akhlak yang mulia. “Kesehatan
mental menurut islam yaitu, identik dengan ibadah atau pengembangan potensi
diri yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian kepada Allah dan agama-Nya
untuk mendapatkan Al-nafs Al-muthmainnah (jiwa yang tenang dan bahagia) dengan
kesempurnaan iman dalam hidupnya” (Yahya Jaya, 2002:72).
Sedangkan menurut Abdul Mujib dan
Yusuf Mudzkir (2001:41) kesehatan menurut islam yang dkutip dari Musthafa
fahmi, menemukan dua pola dalam mendefenisikan kesehatan mental:
1.
Pola
negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang
dari neurosis (al-amhradh al-’ashabiyah) dan psikosis (al-amhradh
al-dzihaniyah).
2.
Pola positif
(ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam
penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosial.
Islam
sebagai suatu agama yang bertujuan untuk membahagiakan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sudah barang tentu dalam
ajaran-ajaranya memiliki konsep kesehatan mental. Begitu juga dengan kerasulan
Nabi Muhammad SAW adalah bertujuan untuk mendidik dan memperbaiki dan
membersihkan serta mensucikan jiwa dan akhlak.
Di dalam
Al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran islam banyak ditemui
ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal
yang prinsipil dalam kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah:
Artinya: Sungguh Allah
telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di
antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan
kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(keadaan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. Ali
Imran: 164)
Dengan kejelasan ayat Al-Qur’an
di atas dapat ditegaskan bahwa kesehatan mental (shihiyat al nafs) dalam
arti yang luas adalah tujuan dari risalah Nabi Muhammad SAW diangkat jadi rasul
Allah SWT, karena asas, cirri, karakteristik dan sifat dari orang yang
bermental itu terkandung dalam misi dan tujuan risalahnya. Dan juga dalam hal
ini Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk, obat, rahmat dan mu’jizat
(pengajaran) bagi kehidupan jiwa manusia dalam menuju kebahagian dan
peningkatan kualitasnya sebagai mana yang ditegaskan dalam ayat berikut:
Artinya: Dan hendaklah
ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung. (Q.S. Ali Imran: 104)
Ayat di atas menjelaskan bahwa
Allah menjanjikan kemenangan kepada orang-orang yang mengajak kepada kebaikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kapada yang mungkar. Keimanan, katqwaan, amal saleh,berbuat yang
makruf, dan menjauhi perbuatan keji dan mungkar faktor yang penting dalam usaha
pembinaan kesehatan mental.
Artinya: Dia-lah yang
telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya
keimanan merekabertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan
kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Fath: 4)
Ayat di
atas menerangkan bahwa Allah mensifati diriNya bahwa Dia-lah Tuhan Yang
Maha Mengetahui dan Bijaksana yang dapat memberikan ketenangan jiwa ke dalam
hati orang yang beriman.
Berdasarkan
kejelasan keterangan ayat-ayat Al-Qur’an diatas, maka dapat dikatakan bahwa
semua misi dan tujuan dari ajaran Al-Qur’an (islam) yang berintikan kepada
akidah, ibadah, syariat, akhlak dan muamalat adalah bertujuan dan berperan bagi
pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan berbahagia.
Islam
memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan
mental. Pandangan Islam tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas
prinsip keagamaan dan pemikiran falsafat yang terdapat dalam ajaran-ajaran
Islam. Berdasarkan pandangan dan pemikiran di atas, maka dapat
dikemukakan pengertian kesehatan jiwa/mental dalam Islam sebagai berikut:
Kesehatan jiwa menurut Islam adalah
ibadah yang amat luas atau pengembangan dimensi dan potensi yang dimiliki
manusia dalam dirinya dalam rangka pengabdian kepada Allah yang diikuti dengan
perasaan amanah, tanggung jawab serta kepatuhan dan ketaatan kepada Allah dan
ajaran agama-Nya, sehingga dengan demikian terwujud nafsu muthmainnah atau jiwa
sakinah. (Yahya Jaya, 2002:75).
Dengan demikian kesehatan jiwa
itu juga identik dengan keimanan dan ketakwaan dalam arti tazkiyat al
nafs. Dari
uraian yang telah dikemukakan di atas dapat ditegaskan bahwa iman dan takwa
memiliki relevansi yang sangat erat sekali dengan soal kejiwaan. Iman dan takwa
itulah arti psikologi dan kesehatan mental yang sesungguhnya bagi
manusia dalam Islam.
E. Langkah-langkah
Penelitian
Dalam penelitian ini penulis melakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menentukan
Metode Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian
ini penulis menggunakan metode deskriptif. Hal ini mengingat karena penelitian
ini bertujuan mengungkapkan data di lapangan yaitu dengan menguraikan dan
menginterpretasikan sesuatu secara objektif terhadap sesuatu yang terjadi pada
waktu penelitian dilakukan, dengan maksud agar memperoleh gambaran data tentang
realita sosial yang sebenarnya.
“Metode ini
tidak hanya terbatas pada pengumpulan data dan penyusunan data, tetapi meliputi
analisa dan interpretasi data untuk memberikan suatu kesimpulan” (Ali, 1983 :
38). Adapun yang dimaksud dengan metode deskriptif pada penulisan skripsi ini
diarahklan pada pengumpulan data mengenai fungsi membaca Al-Qur'ansebagai pembangun kesehatan
mental. Selanjutnya data tersebut diolah atau
dianalisa dan dibahas atau dijelaskan serta ditarik kesimpulannya.
2. Jenis
dan Sumber Data
Sumber data yang diperlukan dalam
penelitian ini dititik beratkan pada sumber-sumber tertulis, antara lain :
a. Sumber
data primer, yakni buku Pendidikan Islam.
b. Sumber
data sekunder, yakni buku-buku yang berkaitan dengan pendidikan Islam yang
berkenaan dengan fungsi membaca Al-Qur'an sebagai
pembangun kesehatan mental.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
diperlukan untuk kepentingan ini adalah book survey dengan
cara menelaah dan meneliti buku yang berkaitan dengan fungsi membaca Al-Qur'an sebagai pembangun kesehatan
mental.
4. Analisis Data
Data atau keterangan tentang
konsep yang akan dibahas dan diteliti yang diperoleh melalui teknik pengumpulan
data pada langkah kelima, dikumpulkan kemudian dianalisa dengan mempergunakan
teknik sebagai berikut :
a. Deduksi,
yaitu upaya untuk memperoleh kaidah-kaidah yang bersifat khusus melalui
penalaran dan penganalisaan (Lexy J. Moleong, 1993: 190).
b. Induksi,
yaitu upaya memperoleh kaidah-kaidah yang bersifat umum melalui penalaran dan penganalisaan
terhadap kaidah-kaidah yang bersifat khusus (Lexy J. Moleong, 1993: 190).
c. Komparasi,
yaitu upaya membandingkan beberapa keterangan-keterangan atau data yang
diperoleh untuk mendapatkan argumentasi yang lebih kuat serta mampu memberikan
kejelasan yang layak untuk dijadikan pegangan dalam penelitian ini (Lexy J.
Moleong, 1993: 190).
d. Menarik
kesimpulan, yaitu langkah terakhir dalam penelitian ini adalah menarik
kesimpulan tentang fungsi membaca Al-Qur'an sebagai
pembangun kesehatan mental, sehingga dapat diperoleh hasil penelitian sebagai
jawaban dari pada permasalahan yang dijadikan pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, 2008, Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Depag RI, 2000, Al-Qur`an
dan Terjemah, Toha Putra, Semarang.
Daradjat, Zakiah, 2001, Peranan
Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.
_____________, 1982, Islam
dan Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung,
_____________, 1982, Pendidikan
Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang
_____________, 1983, Kesehatan
Mental dalam peranannya dalam Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung.
_____________, 1974, Pokok-Pokok
Kesehatan Jiwa/Mental, 1974.
_____________, 1990, Ilmu
jiwa Agama, Jakarta: Gunung Agung.
Hawari, D, 1996, Al-Quran
Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
Hasan Langgulung, 1980, Beberapa
Pemikir Tentang Islam, Bandung: Al-Ma`arif.
Kartono, Kartini dan Jenny
Andari, 1989, Hygiene Mental dan Kesehatan mental, Bandung:
CV. Mandar Maju.